Search
Close this search box.

Memandang Absurditas Hari Ini Lewat Pementasan The Killer

Pertunjukan dari Kelompok Sandiwara Mantaka, The Killer karya Eugene Ionesco, berhasil memukau penutupan perhelatan Festival Teater Jakarta (FTJ) 2023 yang bertajuk Homo Theatricus. Reza Remon Ghazali (Remon), sebagaisutradara Kelompok Sandiwara Mantaka sukses memberikan komposisi pementasan yang sangat manis, dengan set panggung yang minimalis serta tata cahaya yang membagi antara satu ruang dan ruang lain. Tidak heran jika Kelompok Sandiwara Mantaka memborong piala grup dan sutradara terbaik pada FTJ 2023. 

Tidak hanya setting panggung, pementasan The Killer secara absurd menunjukkan kondisi sosial yang terjadi saat ini. Sedikit menyegarkan memori, saya mengutip sinopsis The Killer dari laman FTJ 2023.

“Ditemani oleh Arsitek Kota, Slamet berkeliling di ‘Kota Impian’. Slamet Kagum oleh keajaiban-keajaiban yang muncul di kota bermandikan cahaya tersebut. Namun, harapan dan mimpi Slamet seketika sirna setelah mengetahui bahwa kota impian tengah diteror oleh seorang pembunuh keji.

Semua orang yang berada di Kota Impian telah mengetahui trik yang digunakan pembunuh pada saat dia melancarkan aksinya, namun anehnya sang pembunuh tersebut tidak pernah bisa ditangkap.

Pada suatu ketika, Slamet kaget karena ternyata di dalam koper milik Edward sahabatnya, terdapat semua benda-benda dan identitas lengkap milik sang pembunuh. Tak hanya Edward, beberapa orang yang Slamet temui ternyata juga memiliki koper yang sama.

Lalu siapakah pembunuh yang sebenarnya? Apakah Slamet bisa mengungkapkan identitas sang pembunuh? Apakah Slamet dapat menangkap sang pembunuh tepat waktu, sebelum jatuh korban selanjutnya?”

Pementasan epik dari Kelompok Sandiwara Mantaka menarik perhatian kolektif Atelir Ceremai.  Atelir Ceremai membuat program Lingkar Panggung yang menyediakan ruang diskusi bagi komunitas teater untuk membahas bagaimana penciptaan suatu pentas teater. Kelompok Sandiwara Mantaka dan pementasan The Killer menjadi pembuka serta langkah awal program Lingkar Panggung. Dimoderatori oleh Fajrin Yuristian, program Lingkar Panggung mengupas dan membahas secara luas pementasan The Killer bersama Remon sebagai sutradara dan Endryanti Karnadi S biasa dipanggil Wak Hendry selaku pegiat teater.

Mengapa harus naskah Eugene Ionesco dan The Killer?

Remon mengakui, naskah-naskah Eugene Ionesco memiliki sentuhan magis tersendiri untuk dirinya. Pada tahun 2022, Kelompok Sandiwara Mantaka juga membawakan naskah karya Eugene Ionesco yang berjudul Badak-Badak. Pementasan tersebut berhasil sampai ke final Festival Teater Jakarta (FTJ) 2022. Tertantang untuk melebihi pencapaian tahun 2022, Kelompok Sandiwara Mantaka bersama Remon kembali membawakan naskah Eugene Ionesco dengan persiapan yang lebih matang. Persiapan untuk FTJ itu bahkan dilakukan sejak awal tahun. Namun, pemilihan naskah tidak serta-merta hanya karena Remon, sebagai sutradara, yang memiliki ketertarikan akan naskah tersebut. 

Secara kolektif, Kelompok Sandiwara Mantaka menggodok naskah The Killer untuk memperluas sudut pandang dan pemahaman mengenai naskah tersebut. Hal itu dilakukan agar semua anggota yang terlibat memiliki pemahaman yang matang mengenai naskah yang akan dipentaskan. Remon juga menambahkan, proses menerjemahkan naskah The Killer merupakan hal menarik karena naskah tidak bisa diterjemahkan perkata, perlu kepekaan lebih untuk menyelaraskan naskah secara peristiwa.

Absurditas Ionesco

Bergelut cukup lama di dunia teater, Remon mengalami proses tumbuh bersama dengan perkembangan dunia teater itu sendiri. Menurutnya, teater absurd merupakan barang mewah sebelum post-dramatic mulai bermunculan di pementasan teater saat ini. Ionesco merupakan seniman paling absurd dalam penciptaan pertunjukan karena Ionesco dapat mewujudkan sesuatu yang absurd menjadi sebuah pertunjukan realis.

Perihal absurditas Ionesco, Wak Endry mengatakan permasalahan yang dibawa dalam pementasan The Killer sangat sederhana, tetapi Ionesco memiliki cara lain dalam menggambarkan manusia yang menghindari kesepian. “Menjaga Eugene adalah menjaga kebebasan berpikir untuk menyuarakan kesepian dalam absurditas” Ucapnya.

Naskah The Killer mengandung elemen yang tidak secara langsung menggambarkan posisi penting dalam suatu pementasan. Ionesco memasukkan unsur-unsur kecil sebagai suatu keadaan absurd, yang membuktikan bahwa tidak selamanya yang ‘penting’ menjadi fokus utama di dalam sebuah pementasan. Wak Endry menambahkan, Eugene Ionesco memberikan pendekatan menarik dalam membebaskan diri dari keterikatan konvensional dan eksplorasi dimensi baru untuk menyampaikan sebuah pesan. 

Dengan caranya sendiri, Ionesco membuat dirinya berbeda dengan beberapa tokoh teater absurd lain. Misalnya, absurditas Samuel Beckett mencoba membawa naskah menjadi eksplorasi struktur naratif linear untuk menjadikan sebuah landasan. Sementara Eugene Ionesco memilih untuk menggunakan innuendo dalam memberikan ruang antara kausal dan tekstual tanpa harus mengandalkan konjungtif yang melekat. 

Ionesco memilih untuk tidak mengikat setiap elemen secara ketat dalam alur cerita atau struktur pementasan. Sebaliknya, ia lebih fokus dalam penyampaian pesan atau makna melalui petunjuk atau ungkapan yang bersifat samar. Dengan caranya itu, Ionesco memberikan kebebasan interpretasi lebih lanjut kepada penonton yang menonton pementasan The Killer.

Absurditas Hari Ini

Pementasan The Killer menjadi pementasan yang sarat akan makna tersirat. Misalnya, Kota Impian yang secara dapat diartikan representasi dari harapan atau impian yang ingin dicapai. Pada adegan ketika Slamet (tokoh utama) dan sang arsitek datang ke Kota Impian menggunakan kereta, penggambaran realisme melalui suara kereta dan penataan cahaya yang berjalan layaknya lampu yang dilewati saat naik kereta. Penggambaran itu mengandung makna bahwa untuk mencapai sebuah Kota Impian bukan sesuatu yang sulit. Realita yang mudah dicapai menjadikan acuan absurditas dalam realitas.

Jika dipandang dari sudut lain, Kota Impian seperti bentuk kritik terhadap pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke  Kalimantan. Untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan, perlu banyak penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah beriringan dengan pro dan kontra yang ada. Pada naskah The Killer, Kota Impian digambarkan sebagai kota yang penuh harapan, tetapi tidak lepas dari sisi gelap yang ada di dalamnya, seperti adanya pembunuh berantai yang berkeliaran dan iming-iming politikus fasis.

Absurditas Eugene Ionesco menjadi bentuk paling realis yang menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Saat ini, Indonesia sedang berada dalam kondisi kompleks yang melibatkan perasaan ketidakpastian dan kontradiksi dalam kehidupan sosial maupun politik. Interpretasi mengenai suatu realitas memang berbeda antar-individu, tetapi dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk didiskusikan. Absurditas Eugene Ionesco bisa menjadi alat untuk memahami kondisi realitas kehidupan saat ini dengan cara yang lebih mendalam dan kompleks.

Pementasan The Killer oleh Kelompok Sandiwara Mantaka menciptakan suatu ikatan tak terlihat antara makna tersirat dan kondisi realitas saat ini. Kenyataannya, keadaan dunia memang terkadang sarat akan rasa absurd, kenyataan atau realitas hanya sebuah ilusi dari kehidupan yang bergerak secara dinamis. 

Share the Post: