BARTER #1: Persona-Aldiansyah Azura

Ateliran mengaduk kopi paste yang baru bersandar di pelabuhan meja. Di pelabuhan meja lainnya, tahu kepo dan liciti bersanding menghadap mulut-mulut ateliran. Kebetulan di luar sedang sepi, hanya satu meja yang terisi. Untungnya di ruang dalam, satu meja yang sunyi. Ada yang mengambil buku Jono Terbakar di rak buku Atelir Ceremai, ada yang asik mengobrol dengan gawainya. Memang malam minggu ini cukup sepi yang bertandang, alasannya barangkali, kantong sedang kering.     

Pintu bergeser cepat. Semua ateliran yang berada di dalam sontak melihat ke arah pintu masuk. Dengan langkah tergesa-gesa dan amarah, lelaki kurus itu menempel gawai di telinganya, berbicara dengan seseorang di lain tempat. Tidak ada mesra-mesranya. Dari nada bicaranya, lelaki itu sedang memiliki masalah yang puncak. Dalam ruangan itu, para ateliran bertanya apakah yang sedang terjadi bahkan terlihat dari gerak mulutnya ada yang diam-diam mengumpat. Sekitar beberapa menit, lelaki kurus itu mengakhiri panggilannya dengan intonasi final yang memuncak. Gawai dimasukkan ke dalam saku kanan celana Levis yang di bagian lututnya sobek-sobek. Perlahan ia lihat sekeliling, keluar, menghampiri pagar hitam Atelir Ceremai, menggenggam kuat. Tampak dari balik kaca, tubuhnya perlahan masuk ke dalam dengan air muka yang lebih tenang. Menghampiri ladenis, memesan amorti—sebuah teh panas dengan rasa mint.

Ia menghampiri satu pengunjung yang memang sedari tadi bangku di depannya kosong. Pengunjung dengan tubuh yang tampak buncit. Seseorang yang tidak ia kenal sebelumnya. Mulailah perbincangan-perbincangan ringan di awal. Pertanyaan-pertanyaan formal ketika bertemu dengan wajah baru. Amorti bersandar di pelabuhan meja mereka. lelaki tersebut mengeluarkan satu bungkusan, mengajak pengunjung yang brewok tebal itu ikut bermain pertanyaan-pertanyaan.

Kira-kira begitulah awal pertunjukkan yang ditampilkan oleh Aldiansyah Azura dengan judul Persona. Monolog/dialog ini merupakan program pertama dari tim kurator teater yang dimotori oleh Tiyas Puspita Sari, wanita berkulit susu, yang dilakukan pada Sabtu, 28 September 2019. Program ini dinamai BARTER (Nobar Teater) #1. Penawaran dan pertukaran ide di satu ruang yang mempertemukan antara kreator dan apresiator. BARTER menjadi ruang bukan barang ke barang, tapi bertransaksi dari pikiran ke pikiran. Anggaplah begitu.

Orang-orang yang tertutup dengan orang lain dan tidak berani menceritakan siapa dirinya menjadi gagasan Aldiansyah untuk membagikan keresahannya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat pertunjukkan merupakan pertanyaan yang intim untuk seorang yang baru dikenal, namun itulah jalan untuk saling membuka diri dengan yang lain. Hal yang sensitif bahkan. Seseorang yang berada dalam ruangnya sendiri secara eksklusif akan menutup dan tertutup terhadap orang lain. Bahaya sosial ini yang bisa ditangkap dalam pertunjukkan ini, umumnya begitu.

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *